Rehabilitasi Narkoba di Batam, Tergantung Penyidik
Gedung Loka Rehabilitasi Narkoba BNN Kepri di Nongsa |
Berliannews.com - Batam | Kebijakan rehabilitasi bagi pengguna Narkoba ternyata menuai kritik dari aktivis Persaudaraan Korban Napza Indonesia ( PKNI ) Kepri. Dipo, Koordinator Wilayah PKNI Kepri menyatakan bahwa Rehabilitasi hanya berlaku bagi yang punya duit. " Kalau dari kalangan tidak mampu hampir bisa dipastikan masuk hotel prodeo walaupun saat penangkapan barang bukti pengguna saja yang didapat. " demikian Dipo menyampaikan.
Hal ini terbukti dari program Paralegal PKNI di tahun 2017 yang menangani 145 kasus yang tersebar di 10 ( Sepuluh ) kota di Indonesia. " Dari 145 kasus tersebut hanya 17 kasus yang berhasil di assesment untuk direhabilitasi. Dan secara realnya, dari 17 kasus tersebut hanya 12 kasus yang sampai ke tahapan rehabilitasi. " tutur Dipo melanjutkan.
Dipo melihat adanya ketidak adilan dan menduga kuat rekomendasi Team Assesment Terpadu ( TAT ) yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan korban bisa direhabilitasi atau tidak sangat rawan di manipulasi. " Peraturan 7 intitusi tahun 2004 tentang penanganan rehabilitasi terhadap pengguna narkotika dimana Mahkamah Agung,Menkumham,Mensos,Menkes,Kapolri dan Kepala BNN memberikan kewenangan permohonan TAT kepada penyidik perlu dikaji ulang." lanjut Dipo menegaskan.
Senada dengan Dipo, Yohan Misero dari LBH Masyarakat juga mengatakan bahwa permohonanTAT adalah komoditi bagi penyidik. " Penyidik yang menentukan apakah korban walaupun dengan barang bukti pengguna, akan direhabilitasi atau lanjut perkara. Jadi masalah barang bukti yang ditemukan barang bukti pengguna tidak lagi jadi acuan untuk rehabilitasi. Begitulah yang terjadi selama ini. " terang Yohan.
Hal ini diamini Dipo. Dipo menjelaskan dari Fakta dilapangan dari hasil pendampingan paralegal PKNI kepada korban penyalahguna narkotika jika sudah terkait dengan permohonan TAT sebagai syarat rehabilitasi, maka akan selalu terbentur di penyidik. " Jika barang bukti pengguna, bukan pengedar maka pendekatan bukan hanya sekedar pendekatan hukum, tapi juga pendekatan kesehatan dan kemanusiaan yang harus ditonjolkan. Dalam hal ini, TAT harusnya menjadi hak korban dan bukan ditentukan kewenangan penyidik. " demikian Dipo menguraikan permasalahan inti rehabilitasi Narkoba.
Sebelum menutup kepada Berliannews.com Dipo mengajak agar masyarakat berpikir secara jernih tentang masalah Narkoba. " Di penjara, 50% lebih penghuninya karena kasus Narkoba. Penjara menjadi over kapasitas. Tetapi semakin ditangkap, Narkoba yang beredar bukan semakin berkurang. Ini ada apa ? Ya kalau memang harusnya direhabilitasi jangan dipenjara lah. Kalau barang bukti pengguna itu jelas ada aturannya, tidak boleh dipenjara tapi harus direhabilitasi. Jangan pengguna dikenakan pasal pengedar. Di penjara sendiri, bukannya jadi tobat tapi malah semakin menjadi -jadi. Pengguna yang masuk penjara begitu keluar malah jadi bandar. Belajar dimana itu kalau gak di penjara itu sendiri. Harusnya penjara itu tempat bertobat, kok malah jadi tempat belajar kejahatan yang lebih tinggi. " demikian Dipo mengakhiri kepada Berliannews.com. ( Red )